Mendekati pemilu legislatif 9 April nanti, suara pemilih muda merupakan hal penting. Tak pelak, ini adalah salah satu yang perlu diperhatikan. Pasalnya, jika hal itu disalahgunakan—dapat dipastikan hasilnya akan jauh dari harapan untuk kemajuan bangsa Indonesia.
Terlebih, anak-anak muda merupakan penerus generasi. Hal inilah yang perlu dicatat, selama lima tahun ke depan, maka Indonesia harus dilihat bukan lagi sebagai pecahan daerah—tapi satu kesatuan—dimana anak-anak muda ikut berkontribusi. Bukan diam dan tidak memilih alias golput. Juga opportunis terhadap diri sendiri.
Ajang pesta demokrasi ini merupakan salah satu saluran bagi anak muda untuk menyuarakan suaranya. Bukan hanya itu, tapi juga bisa ikut bertanggungjawab dalam menentukan arah bangsa ini. Sekaligus menjadi pengawas para legislatif yang dipilihnya nanti.
Alat demokrasi
Ikhsan Darmawan (tengah) saat menjadi pemateri di acara “Pemilu Berintegritas 2014” di FISIP UI/ Foto: KahfiSaat ini, pemilu di Indonesia bukanlah sebagai formalitas politik—seperti yang dilakukan di Korea. Di mana pemilu hanya dilakukan hanya sebagai formalitas. Kalau di Indonesia, pemilu ini dirasakan pada saat masa Orde baru. Masyarakat sudah tahu siapa pemenangnya, yakni Golkar.
Ikhsan Darmawan, Dosen Ilmu Politik Unversitas Indonesia mengungkapkan pemilu lebih tepatnya dianggap sebagai alat demokrasi. “Kalau pemilu jadi alat demokrasi, pasti semua lebih kompetitif,” ungkap Ikhsan yang tidak ingin pemilu dengan gaya formalitas.
Ikhsan sendiri menyatakan terdapat beberapa kriteria untuk mendapatkan pemilu berkualitas. “Ada banyak kriteria pemilu berkualitas, beberapa diantaranya adalah bersifat bebas, diselenggarakan secara rutin, pilihan, kebebasan menempatkan calon, hak pilih yang sama dan kebebasan mendaftarkan pilihan,” kata Ikhsan.
Tak dapat dipungkiri, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan seseorang memilih calon legislatif atau presiden. “Pertama itu identitas partai. Kedua, sosiologis (gender dan keluarga). Ketiga, rational choice.”
Menurut Ikhsan, pemilih yang baik adalah pemilih yang mencari tahu dulu siapa calonnya. Lalu, dipertimbangkan dan lihat alternatifnya. Hal ini mencegah orang-orang yang telibat kasus korupsi untuk terpilih lagi.
“Restroprective voters (kalian melihat ke belakang) dan prosprective voters (lihat apa yang mau dibuat). Itu yang harus dilakukan pad capres mulai dari Jokowi, Ical, Prabowo. Mau bikin seneng atau susah,” ujar Ikhsan.
Ikhsan sendiri membeberkan manfaat dari ikut pemilu. “Pertama, kalau anak muda gak milih, maka punya dosa kalau yang terpilih orang korup. Kedua, biaya pemilu yang tidak murah dari APBN. Ketiga, untuk menghukum dan menghadiahi calon yang ikut sekarang,” jelas Ikhsan menegaskan.(Sbh)
http://www.tnol.co.id/liputan/28474-jangan-golput-ini-manfaat-pemilu-bagi-anak-muda.html