tugas 1 PTI

Diagram Tulang Ikan

Ini bukan ajakan untuk menikmati tulang ikan layaknya kucing. Tapi gambar tersebut juga bukan bermaksud mengaburkan topik tulisan mengenai sebuah “tulang ikan”. Yakni tepatnya sebuah metode / tool yang disebut dengan diagram tulang ikan (fishbone diagram). Atau sering juga disebut dengan cause effect diagram. Penggagas adalah seorang ilmuwan jepang pada tahun 60-an. Bernama Dr. Kaoru Ishikawa, ilmuwan kelahiran 1915 di Tikyo Jepang yang juga alumni teknik kimia Universitas Tokyo. Sehingga sering juga disebut dengan diagram ishikawa. Metode tersebut awalnya lebih banyak digunakan untuk manajemen kualitas. Yang menggunakan data verbal (non-numerical) atau data kualitatif. Dr. Ishikawa juga ditengarai sebagai orang pertama yang memperkenalkan 7 alat atau metode pengendalian kualitas (7 tools). Yakni fishbone diagram, control chart, run chart, histogram, scatter diagram, pareto chart, dan flowchart.

Diagram tulang ikan ini memang berbentuk mirip dengan tulang ikan yang moncong kepalanya menghadap ke kanan. Diagram ini akan menunjukkan sebuah dampak atau akibat dari sebuah permasalahan, dengan berbagai penyebabnya. Efek atau akibat dituliskan sebagai moncong kepala. Sedangkan tulang ikan diisi oleh sebab-sebab sesuai dengan pendekatan permasalahannya. Umumnya penggunaan fishbone untuk design produk dan mencegah kualitas produk yang jelek (defect). Mengenai pemilahan sebab-sebab, berikut adalah beberapa pendekatannya.

The 4 M’s (digunakan untuk perusahaan manufaktur) :

  • Machine (Equipment),
  • Method (Process/Inspection)
  • Material (Raw,Consumables etc.)
  • Man power.

The 8 P’s (digunakan pada industri jasa) :

  • People
  • Process
  • Policies
  • Procedures
  • Price
  • Promotion
  • Place/Plant
  • Product

The 4 S’s (digunakan pada industri jasa) :

  • Surroundings
  • Suppliers
  • Systems,skill
  • 4 P (pendekatan manajemen pemasaran) :
  • Price
  • Product
  • Place
  • Promotion

Contoh sederhana pemilahan sebab dengan pendekatan tertentu adalah pada gambar di samping.

Langkah-langkah untuk belajar dan menerapkan diagram tulang ikan adalah :

  1. Fokuskan pada satu hal akibat yang diamati, di ruang lingkup yang lebih kecil dahulu. Kemudian hal yang besar jika sudah terlatih.
  2. Sebab lebih dari satu. Sehingga jangan berhenti untuk bertanya mengapa? Penentuan sebab-sebab juga bisa dengan branstorming.
  3. Buatlah usulan perbaikan jangka pendek dan jangka panjang dari sebab-sebab permasalahan.
  4. Kerja tim dan dukungan kepemimpinan adalah hal penting.
  5. Teruslah berlatih.

Gambar berikut adalah contoh hasil dari pembuatan diagram tulang ikan. Berkisah mengenai pencarian jawaban mengapa produk sebuah mobil di industri manufaktur tidak bisa berjalan. Sebab-sebab dipilah sesuai dengan pendekatan jenis kelamin operator perakitan (pria atau wanita), lingkungan, metode dan bahan. Semakin dekat garis sebab dengan akibat, semakin perlu diperhatikan. Faktor lingkungan dipilah lagi menjadi dua sub bagian. Yakni faktor temperatur dan cahaya. Diperkirakan cahaya terlalu banyak dan temperatur terlalu rendah. Demikian seterusnya dilakukan analisis yang sama terhadap sebab-sebab yang ada. Kemudian setelah diketahui betul sebab-sebab yang ada, maka dapat dibuat kerangka pemecahan masalahnya. Misalnya dengan perbaikan lingkungan kerja, metode dan bahan.

Diagram ini memang lebih banyak diterapkan oleh departemen kualitas di perusahaan manufacturing atau jasa. Tapi di sektor lain sebenarnya juga bisa, seperti pelayanan masyarakat, sosial dan bahkan politik. Karena sifat metode ini mudah dibuat dan bersifat visual. Walaupun kelemahannya ada pada subjektivitas si pembuat.

Referensi :

Ishikawa, Kaoru (1990); (Translator: J. H. Loftus); Introduction to Quality Control

Dale, Barrie G. et al (2007); Managing Quality 5th ed

http://nurrahmanarif.wordpress.com/2009/12/21/diagram-tulang-ikan/

 

Pareto Chart

Pareto chart (bagan pareto) adalah bagan yang berisikan diagram batang (bars graph) dan diagram garis (line graph); diagram batang memperlihatkan klasifikasi dan nilai data, sedangkan diagram garis mewakili total data kumulatif. Klasifikasi data diurutkan dari kiri ke kanan menurut urutan ranking tertinggi hingga terendah. Ranking tertinggi merupakan masalah prioritas atau masalah yang terpenting untuk segera diselesaikan, sedangkan ranking terendah merupakan masalah yang tidak harus segera diselesaikan.

Prinsip pareto chart  sesuai dengan hukum Pareto yang menyatakan bahwa sebuah grup selalu memiliki persentase terkecil (20%) yang bernilai atau memiliki dampak terbesar (80%). Pareto chart mengidentifikasi 20% penyebab masalah vital untuk mewujudkan 80% improvement secara keseluruhan. Gambar di bawah ini menunjukkan contoh pareto chart.

 

Gambar 4. Contoh Pareto Chart

Tentang hukum Pareto telah dibahas dalam posting berjudul: Analisis ABC, yang merupakan aplikasi hukum Pareto dalam manajemen persediaan (inventory management)

 

JADWAL INDUK PRODUKSI

Teori tentang Jadwal Induk Produksi

Menurut Vincent Gaspersz (2004), Pada dasarnya jadwal produksi induk (master production schedule) merupakan suatu pernyataan tentang produk akhir (termasuk parts pengganti dan suku cadang) dari suatu perusahaan industri manufaktur yang merencanakan memproduksi output berkaitan dengan kuantitas dan periode waktu (Gaspersz, 2004).

Aktivitas Master Production Scheduling (MPS) pada dasarnya berkaitan dengan bagaimana menyusun dan memperbaharui jadwal produksi induk (master production schedule), memproses transaksi dari MPS, dan memberikan laporan evaluasi dalam periode waktu yang teratur untuk keperluan umpan balik dan tinjauan ulang (Gaspersz, 2004).

Penjadwalan produksi induk pada dasarnya berkaitan dengan aktivitas melakukan empat fungsi utama berikut (Gaspersz, 2004):

  1. Menyediakan atau memberikan input utama kepada sistem perencanaan kebutuhan material dan kapasitas (material and capacity planning/M&CRP).
  2. Menjadwalkan pesanan-pesanan produksi dan pembelian (production and purchase ordes) untuk item-item MPS.
  3. Memberikan landasan untuk penentuan kebutuhan sumber daya dan kapasitas.
  4. Memberikan basis untuk pembuatan janji tentang penyerahan produk (delivery promises) kepada pelanggan.

Sebagai suatu aktivitas proses, penjadwalan produksi induk (MPS) membutuhkan lima input utama, yaitu (Gaspersz, 2004):

  1. Data permintaan total merupakan salah satu sumber data bagi proses penjadwalan produksi induk. Data permintaan total berkaitan dengan ramalan penjualan (sales forecasts) dan pesanan-pesanan (orders).
  2. Status inventori berkaitan dengan informasi tentang on-hand inventory, stok yang dialokasikan untuk penggunaan tertentu (allocated stock), pesanan-pesanan produksi dan pembelian yang dikeluarkan (released production and purchase orders), dan firm planned orders.
  3. Rencana produksi memberikan sekumpulan batasan kepada MPS. MPS harus menjumlahkannya untuk menentukan tingkat produksi, inventory, dan sumber-sumber daya lain dalam rencana produksi tersebut.
  4. Data perencanaan berkaitan dengan aturan-aturan tentang lot-sizing yang harus digunakan, shrinkage factor, stok pengaman (safety stock), dan waktu tunggu (lead time) dari masing-masing item yang biasanya tersedia dalam file induk dari item (Item Master File).
  5. Informasi dari Rough Cut Capacity Planning (RCCP) berupa kebutuhan kapasitas untuk mengimplementasikan MPS menjadi salah satu input bagi MPS. RCCP menentukan kebutuhan kapasitas untuk mengimplementasikan MPS, menguji kelayakan dari MPS, dan memberikan umpan-balik kepada perencana atau penyusun jadwal produksi induk untuk mengambil tindakan perbaikan apabila ditemukan adanya ketidaksesuaian antara penjadwalan produksi induk dan kapasitas yang tersedia.

Tugas dan Tanggung Jawab Penyusun Jadwal Produksi Induk

Tugas dan tanggung jawab profesional dari penyusun jadwal produksi induk (master production schedule) adalah membuat perubahan-perubahan pada catatan MPS, mendisagregasikan rencana produksi untuk menciptakan MPS, menjamin bahwa keputusan-keputusan produksi yang ada dalam MPS itu telah sesuai dengan rencana produksi, dan yang terpenting adalah mengkomunikasikan hal-hal utama dalam MPS itu kepada bagian-bagian lain yang terkait dalam perusahaan (Gaspersz, 2004).

4.1.2  Beberapa Pertimbangan dalam Desain MPS

Ketika akan mendesain MPS, perlu diperhatikan beberapa faktor utama yang menentukan proses penjadwalan produksi induk (MPS). Beberapa faktor utama tersebut adalah:

  1. Lingkungan Manufakturing

Lingkungan manufakturing sangat menentukan proses penjadwalan produksi induk (MPS). Lingkungan manufakturing yang umum dipertimbangkan ketika akan mendesain MPS adalah make to stock, make to order, dan assemble to order.

Produk-produk dari lingkungan make to stock biasanya dikirim secara langsung dari gudang produk akhir, dan karena itu harus ada stok sebelum pesanan pelanggan (customer order) tiba. Hal ini berarti produk akhir harus dibuat atau diselesaikan terlebih dahulu sebelum menerima pesanan pelanggan.

Produk-produk dari lingkungan make to order biasanya baru dikerjakan atau diselesaikan setelah menerima pesanan pelanggan. Seringkali komponen-komponen yang mempunyai waktu tunggu panjang (long lead time) direncanakan atau dibuat lebih awal guna mengurangi waktu tunggu penyerahan kepada pelanggan, apabila pelanggan memesan produk.

Pada dasarnya produk-produk dalam lingkungan assemble to order adalah make to order product, dimana semua komponen (semifinished, intermediate, subassembly, fabricated, purchased, dan lain-lain) yang digunakan dalam assembly, pengepakan, atau proses akhir, direncanakan atau dibuat lebih awal, kemudian disimpan dalam stok guna mengantisipasi pesanan pelanggan.

  1. Stuktur Produk (Product Stucture) atau Bill of Materials (BOM)

Struktur produk atau Bill of Materials (BOM) didefinisikan sebagai cara komponen-komponen itu bergabung ke dalam suatu produk selama proses manufakturing. Kebanyakan produk memiliki struktur standar, dimana lebih banyak subassemblies daripada produk akhir, dan lebih banyak komponen daripada subassemblies. Terdapat juga produk-produk sepeti mobil dan komputer yang memiliki struktur modular, dimana lebih sedikit subassemblies atau modules daripada produk akhir. Terakhir ada produk seperti minyak, kertas, dan gelas yang memiliki struktur inverted, dimana lebih sedikit subassemblies dibandingkan produk akhir, dan lebih sedikit komponen dan bahan baku dibandingkan subassemblies.

3.  Horizon Perencanaan, Waktu Tunggu Produk (Product Lead Time), dan Production Time Fences

Disamping faktor lingkungan manufakturing dan struktur produk, ada faktor-faktor utama yang perlu dipertimbangkan dalam mendesain MPS, yaitu horizon perencanaan, waktu tunggu produk, dan production time fences.

Memperhatikan faktor horizon perencanaan, waktu tunggu produk, dan production time fences dalam proses desain MPS mengharuskan untuk bekerja secara profesional terutama yang berkaitan dengan manajemen waktu. Berikut ini akan dibahas secara singkat ketiga aspek yang berkaitan dengan manajemen waktu dalam proses MPS.

  1. Panjang horizon perencanaan

Horizon perencanaan didefinisikan sebagai periode waktu mendatang terjauh dari jadwal produksi. Dalam menetapkan horizon perencanaan harus dipertimbangkan aspek-aspek seperti horizon perencanaan paling sedikit sepanjang waktu tunggu produk kumulatif, additional visibility lebih disukai, panjang dari horizon peencanaan harus sama dengan banyaknya periode dikalikan dengan panjang dari setiap periode (H = L x N, dimana H = Horizon, L = Length of period, dan N = Number of periods).

  1. Waktu Tunggu Produksi

Waktu tunggu didefinisikan sebagai lama waktu menunggu sejak penempatan pesanan (memesan) sampai memperoleh pesanan tersebut. Pada dasarnya horizon perencanaan dibagi ke dalam empat aktivitas operasi, yang masing-masing mempunyai waktu tunggu. Waktu tunggu dari keempat aktivitas operasi tersebut adalah waktu tunggu poses pesanan dan pengiriman, waktu tunggu final assembly, waktu tunggu component assembly, dan waktu tunggu perolehan material dan rekayasa.

  1. Time Fences

Time fences didefinisikan sebagai suatu kebijakan atau petunjuk yag ditetapkan untuk mencatat dimana (dalam zona waktu) terdapat berbagai keterbatasan atau perubahan dalam prosedur operasi manufakturing. Time fences yang paling umum dikenal adalah Demand of Time Fence (DTF) dan Planning Time Fence (PTF), dimana DTF ditetapkan pada waktu final assembly sedangkan PTF ditetapkan pada waktu tunggu kumulatif (Gaspersz, 2004).

Teori tentang Metode Jadwal Induk Produksi yang digunakan

Pada metode Jadwal Induk Produksi (JIP), terdapat empat metode yang digunakan dalam materi JIP tersebut, antara lain:

Metode Tenaga Kerja Tetap

Metode tenaga kerja tetap merupakan metode yang kecepatan produksinya konstan. Jika berlebihan produk disimpan untuk persediaan.

Metode Tenaga Kerja Berubah Metode tenaga kerja berubah merupakan metode MPS yang rencana produksinya dibuat sesuai kebutuhan (demand) dengan menambah atau mengurangi tenaga kerja jika kurang atau lebih.

Metode Mix Strategi Metode mix strategi merupakan gabungan antara metode tenaga kerja tetap dan metode tenaga kerja berubah.

Metode Transportasi Metode transportasi merupakan metode untuk menentukan rencana pengiriman barang dengan biaya minimal

 

Advertisement

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s